Jumat, Juli 17, 2009

ED

Cantik luar-dalam. Mungkin terkesan agak berlebihan, namun begitulah sosok wanita ini di mata saya.

Namanya Evi Douren. Biasa disapa "Evi" saja. Rambutnya yang panjang dan ikal merupakan ciri khasnya, selain dari suara tawanya yang keras. Seorang wanita yang saya rasa memiliki inner beauty yang menonjol.
Sudah cukup lama saya mengenal wanita ini, sejak sekitar 14-an tahun yang lalu. Ia adalah senior sekaligus mentor saya saat kuliah dulu yang juga adalah sahabat saya.

Saat pertama kali berkenalan dengannya saya bisa merasakan bahwa kakak kelas ini ramah dan hangat. Dan dari respon bicaranya saya bisa tahu bahwa ia pintar. Ia adalah sosok yang supel dan sering tampak ceria di setiap kesempatan. Tak heran bila jumlah temannya segudang, baik dari dalam maupun dari manca negara, dan dari hasil tangkapan kamera selalu terlihat senyuman riangnya.

Walau demikian ada pula hal-hal yang bisa membuat wanita ini geram. Salah satunya adalah hal perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ia pernah bekerja di Komnas Perempuan dan memiliki pengalaman berhadapan dengan berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga yang korbannya adalah perempuan. Baginya budaya mendidik perempuan sehingga mereka meyakini bahwa diri mereka lemah dan merupakan gender kelas dua di masyarakat sangatlah salah, sehingga perlakuan yang tidak menyenangkan atau tidak adil kepada perempuan sering dianggap wajar atau harus bisa diterima dengan pasrah.


Saya senang berada di dekatnya. Entah berdiskusi mengenai hal-hal yang ringan sampai ke masalah yang serius, semua terasa enak untuk dibicarakan dengannya. Apalagi dia sudah saya anggap seperti kakak. Selalu ada ilmu baru yang saya dapatkan dari dia.

Menonton film di bioskop atau menimati secangkir teh/ kopi hangat yang disajikan dengan wadah yang cantik dan anggun dengan rileks adalah hal yang amat menyenangkan dan berharga baginya, di sela-sela jadwal kesibukannya yang cukup padat. Kadang menyalurkan hobi lainnya yaitu membaca buku yang ia minati pun tidak sempat. "Life is so beautiful if I can have it more frequent (Hidup akan terasa indah bila saya bisa melakukannya lebih sering)", lirihnya.

Saya memperhatikan bahwa Evi memiliki rasa kesetiakawanan dan jiwa sosial yang tergolong tinggi. Membantu tanpa pamrih sering ia lakukan kepada banyak orang. Walau terkadang balasan yang diterimanya kurang menyenangkan atau orang yang sudah ditolongnya tidak berterimakasih, namun ia melakukannya dengan tulus hati. Ia adalah seorang motivator yang baik bagi orang-orang yang disayanginya bila orang tersebut kurang berusaha dalam menggapai sebuah tujuan atau mudah putus asa di saat menghadapi cobaan. Bagi saya jiwanya yang matang dan bijaksana patut diacungi jempol.


"Jangan pernah ragu dan takut bakal kekurangan karena memberi. Namun berikan derma kita dengan ketulusan, dan harapkan balasan Tuhan semata" - Evi Douren.


Sekilas napak bahwa wanita lulusan fakultas kedokteran Universitas Kristen Indonesia ini menjaga penampilannya dengan baik. Ia kerap mengenakan busana yang cantik dan elegan. Bedak, eyeshadow dan lipstik tak jarang menghiasi wajahnya yang unik. Namun ia tidak pernah mematok barang-barang yang dikenakan haruslah barang mahal atau branded.













Warna kesayangannya adalah abu-abu, royal blue dan merah. Ketika saya tanya mengapa menyukai warna-warna itu, ia menjawab, "Saya suka warna abu-abu karena warna ini elegan sekaligus melambangkan bahwa dalam hidup ini sesungguhnya ada sesuatu yang in between, tidak sekedar hitam dan putih. Saya suka royal blue juga karena elegan. Dan meskipun merupakan warna yang paling menyolok dari semua gradasi warna biru, namun berkesan seksi dan matang. Selain itu sangat cantik di kulit saya. Dan terakhir warna merah, karena merah adalah warna yang menantang. Warna yang disukai dan mudah dikenali oleh kanak-kanak dan juga digilai oleh orang dewasa."


Dalam setiap kesempatan saya berjumpa dengannya, pastilah Evi selalu tampak segar dan menawan. Siapa yang menyangka wanita yang berkesan feminin ini pernah menjadi pemenang juara harapan dalam kejuaraan Taekwondo se-Jakarta Pusat pada di tahun 1983.

Waktu saya tanyakan apakah baginya penampilan fisik itu penting, ia memberikan jawaban yang sangat mengagumkan, "Sesungguhnya saya bukanlah jenis yang pusing dengan penampilan fisik. Jauh dari itu malah, apalagi setelah semakin dewasa dan melewati banyak hal. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa penampilan luar akan dengan sendirinya lenyap tatkala kekuatan dari dalam kita yang tampil. Kekuatan dari dalam tersebut bukan sekedar kecerdasan, namun lebih dari itu, integritas seseorang! Dan ini bukanlah sesuatu yang bisa dimunculkan seketika, seperti kita mengenakan busana dan segambreng prentelannya, yang semua itu jauh lebih sebagai hasil perjalanan dan pengendapan panjang orang tersebut. Tak dipungkiri bahwa tampilan fisik yang menarik akan menyenangkan mata sejenak. Hanya sejenak! Jadi jangan pernah tertipu oleh hal-hal fisik".

Saat ini Evi berkantor di Lembaga Eijkman, Salemba, Jakarta, sebagai seorang Senior Training officer untuk Southeast Asia Infectious Disease Clinical Research Network, yang merupakan wadah penelitian kolaborasi dari beberapa bangsa dan diprakarsai oleh Indonesia, Thailand, Vietnam, WHO (World Health Organizations), Oxford University, the Wellcome trust dan USNH NIAID (US National Institute of Health's National Institute for Allergy and Infectious Disease) . Merupakan posisi yang vital dalam dunia penelitian di bidang kesehatan yang dilakukannya dengan penuh dedikasi dan rasa tanggungjawab yang tinggi.

Ia tidak pernah bermain-main dalam melakukan pekerjaan. Moto "yang penting selesai" tidak ada dalam kamusnya. Sering kali ia tak cukup tidur untuk mengerjakan laporan-laporan dengan semaksimal mungkin yang bisa ia kerjakan.

Perfeksionis nampaknya sudah menjadi sifatnya dalam mengemban tanggungjawab. Semua harus ada dasar ilmunya, tidak boleh asal-asalan. Wajahnya akan berubah menjadi sangat serius saat bekerja. Baginya bekerja tidak boleh setengah-setengah. Apapun yang menjadi tanggungjawab harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Meskipun demikian ia mengatakan dengan rendah hati, "there are many things in me that should be fixed and improved yet. I am very far from perfect as a human being" ("Banyak hal dalam diri saya yang harus diperbaiki dan dilatih. Sebagai manusia saya masih jauh dari sempurna").

Membaca buku dan literatur sudah menjadi makanannya sehari-hari sejak ia masih di bangku sekolah. Ia memang gemar membaca. Saya masih ingat ketika kuliah dulu, ia selalu membawa tas ransel besar dan sangat berat (yang kami juluki gembolan), sarat dengan textbooks tebal yang merupakan sahabat setianya (saya sering meledeknya apabila gembolan kebangsaannya itu terjatuh menimpa orang mungkin orang tersebut bisa mati hahaha...).


Di tahun 1983 Evi pernah meraih juara pertama di bidang Kimia dalam sebuah kompetisi bagi pelajar nasional yang diselenggarakan oleh LIPI dan TVRI. Ia memang menggemari mata pelajaran kimia. "Di mata saya kimia itu ajaib", jelasnya.

Tak heran kalau beberapa tokoh idolanya mempunyai latar belakang pendidikan ilmu tersebut. "Saya suka Marie Curie. Ia adalah ahli kimia dari Perancis. Suaminya, Pierre Curie, juga ahli kimia. Saya suka karena saya sangat suka pelajaran kimia. Marie itu cerdas dan konsisten dalam penelitian-penelitian kimianya", ungkapnya.
Tokoh yang tak kalah ia idolakan adalah Margareth Thatcher. "Margareth Thatcher sesungguhnya memiliki latar belakang pendidikan sebagai ahli kimia. Namun dia juga tertarik akan dunia politik. Dia tahu persis apa yang diinginkannya dan tahu cara untuk menggapainya. Perkawinannya dengan Dennis Thatcher, laki-laki kaya yang bersedia berdiri di belakang dia dan hanya dikenal sebagai "Tuan Dennis yg suami dari 'Perempuan Baja' Margareth", merupakan bagian dari strategi untuk sampai kepada mimpinya. Tak mudah bagi perempuan untuk naik ke takhta tertinggi di dunia politik dan Margareth berhasil", jelasnya


Saat peristiwa Perang Kepulauan Falkland/ Perang Malvinas terjadi di tahun 1982, Evi kala itu masih duduk di bangku SMP dan mengangkat kisah tersebut serta peranan Margareth Thatcher untuk tugas oral Bahasa Inggris di tempatnya kursus. "He he he, saya bangga banget takkala menyebut nama dia saat itu. Saya ingat guru les Bahasa Inggris saya, Madam Sri, terheran-heran karena pilihan tema tugas saya tidak lazim", katanya dengan riang.

Demikian halnya dengan idolanya yang lain, Golda Meir, "Saya suka Golda Meir, perdana menteri perempuan pertama Israel (1969 - 1974). Pada era itu tak lazim dan tentu tidak mudah bagi perempuan untuk maju ke dunia publik, apalagi sebagai perdana mentri!".


Masih banyak tokoh lainnya yang ia kagumi. Salahsatunya ialah Nelson Mandela. "Hampir separuh masa hidupnya ia lalui di dalam penjara, di masa pemerintahan Apartheid Afrika Selatan. Namun Mandela adalah negarawan sejati, yang berhasil menenangkan rakyatnya dan membawa mereka menuju Afrika Selatan yang baru! Kepedihan yang dia alami bukan untuk menyuburkan bibit dendam, tapi untuk membawa rakyatnya menjadi berharga, meski taruhannya yaitu perkawinannya sendiri berakhir karena istrinya yang korupsi", jelasnya.


Dua tokoh favorit lainnya adalah pasangan Bill Clinton dan Hillary Rodham Clinton. "Apa alasannya?", tanya saya. "Untuk Bill Clinton, I cannot help to avoid him hahaha... (saya tidak bisa menghindar dari -pesona-nya). Perjalanan seorang Bill clinton, yang hidup masa kecilnya dalam kemiskinan karena orangtuanya berpisah dan di masa remaja/dewasa muda sempat kecanduan menghisap ganja, bukanlah sebuah jalan tol yang mulus. Namun Amerika Serikat senantiasa menyediakan kesempatan bagi siapapun anak bangsanya yang memiliki mimpi besar dan ingin meraihnya dengan kerja keras untuk mewujudkanya!", terangnya.
"Dan kenapa saya kagum kepada Hillary Clinton, beliau adalah perempuan cerdas yang tahu apa yang diinginkannya, termasuk kesediaannya meninggalkan karir kepengacaraannya yang gemilang di kota besar di AS saat suami ingin mengadu karir politiknya di kota kecil Arkansas. Namun beliau tetap berkarir dan cemerlang. Sebagai ibu negara yang terluka karena penghianatan suami yang berselingkuh dengan Monica Lewinsky di ruang kerja kepresidenan, Hillary tetap berdiri teguh di samping suami saat Bill menghadapi kecaman publik. Ia memilih untuk memberikan hukuman yang sangat berat setelah itu kepada Bill sebagai suami".

Selain dari nama-nama tokoh besar yang sudah disebutnya, ternyata Evi juga memuja para perempuan Batak pedagang di pasar Inpres Senen dan perempuan pedagang di pasar tradisional lainnya. "Mereka adalah para perempuan hebat yang bekerja tanpa lelah demi menghidupi keluarga dan membuat anak-anak mereka bersekolah", jelasnya.


Dengan berbekal semangat yang pantang mundur dan kedisiplinannya, Evi termasuk orang yang cukup berhasil meningkatkan jenjang karirnya. "Semua itu berawal dari nol, tidak datang dengan gratis, tapi diusahakan dengan keringat dan air mata", katanya suatu hari mengingatkan saya. Saat saya tanya apa kiatnya agar bisa sukses dalam bekerja, ia hanya menjawab dengan singkat, "mampu menundukkan diri sendiri".
























Waktu saya menanyakan adakah pengalaman yang paling berkesan yang pernah dialami saat bekerja, Evi mejawab "Ada. Saat masih praktek penuh sebagai dokter umum dan merujuk pasien kepada tiga dokter senior, yang salah satunya adalah dokter yang sangat saya kagumi integritasnya, yaitu dr. Mahar Mardjono. Dokter yang lain yaitu dr. Sukirman Soekin, ahli THT, serta dr. Utami Roesli, seorang dokter anak. Ketiganya mengembalikan semua pasien yang saya rujuk disertai surat pengembalian pasien beserta terapi yang telah mereka berikan dan anjuran terapi yang perlu saya lakukan. Saya terharu sekaligus banyak belajar bahwa masih ada senior dan guru yang masih memiliki etika sebagai dokter".


Jalan yang harus ditempuh Evi tidak selalu mulus. Tak jarang ia mengalami pengalaman getir dalam perjalanan karirnya. Seperti ditusuk dari belakang oleh petinggi di sebuah kantor maupun oleh rekan kerja atau anak buah sudah pernah ia alami. Dimohon agar jangan keluar alias ditahan agar tetap bekerja di sebuah instansi, kemudian diacuhkan pada saat dianggap sudah tidak dibutuhkan lagi (seperti pepatah habis manis sepah dibuang) juga merupakan pengalaman pahit yang pernah ia rasakan. Hal itu tidak membuatnya lantas putus asa. Ia mencoba memetik hikmah dari setiap persoalan yang ia hadapi. "Saya menjadi makin dewasa dan kuat karenanya", ungkapnya. Tuhan adalah sumber penghiburan dan kekuatan yang sangat diyakininya. Tak pernah ia lupa untuk memanjatkan doa sebelum melangkah atau disaat menanggung beban berat. Terkadang mujizat terjadi di saat-saat yang tak disangka dalam hidupnya.

Sama seperti setiap orang, Evi pun mempunyai sebuah impian atau cita-cita. Namun saya melihat ia tidak sekedar bermimpi. Misalkan impian itu saya ibaratkan seperti mencari sebuah alamat pada sebuah kota asing yang jauh dan penuh dengan rintangan sehingga sulit dijangkau, maka ia akan berusaha mempelajari dulu dimana letak kota tersebut di peta dan bagaimana caranya bisa sampai ke sana beserta segala seluk-beluknya dari segala sumber informasi sebelum mulai melangkahkan kakinya. Dengan kata lain Evi sudah tahu apa yang menjadi tujuannya dan mulai membuat strategi untuk mendapatkan tujuan itu.

Cita-cita yang belum kesampaian dari finalis karya tulis mengenai hukum tingkat SMA yang diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1984 ini adalah, dapat berkarya di lingkar tengah pembuat kebijakan kesehatan di Indonesia. Ia mengaku gemas dengan kesemerawutan kondisi kesehatan di negeri ini dan ketiadaan arah pembangunan kesehatan. Baginya hal ini sungguh menyedihkan. "Untuk itu saya berharap suatu saat dapat bersekolah kembali mengambil mata kuliah Public Policy dengan penekanan dan minat pada Health Economic/Financing".

Seolah tak cukup waktu saya untuk membahas tentang wanita tangguh yang satu ini. Namun dari sini sudah banyak hikmah yang bisa kita petik dan tiru . Salahsatunya adalah bahwa untuk menuju sebuah impian dan kesuksesan, kita harus membuat perhitungan jalur mana yang harus kita tempuh lalu berupaya semaksimal mungkin. Dan dimanapun kita berada kita tidak bisa mengendalikan keadaan bahwa segalanya akan sesuai dengan yang kita harapkan. Masalah dan cobaan akan kerap kita temukan dimana saja, namun hal itu jangan menjadi kendala yang melumpuhkan kita selamanya, justru menjadi pelajaran yang mematangkan dan menguatkan kita untuk kembali bangkit dan berjuang sampai impian itu berhasil kita raih. Masih terngiang ditelinga saya sat ia mengatakan kepada saya, "Life is tough but surely we can manage (hidup memang sulit, namun kita pasti bisa mengelolanya)".

Kudoakan semoga jalanmu dilancarkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sobatku, agar impianmu dapat terwujud, amin.... -firefly-


PROFIL

* Nama: dr. Evi Douren


* Tempat, Tanggal Lahir: Medan, 20 Mei 1969


* Hobi: Membaca, menonton dan jalan-jalan


* Warna favorit: Abu-abu, royal blue, merah

* Makanan favorit: Sup sayur dan aneka sayur lainnya, bubur ayam serta aneka pangan dari ayam, sambal goreng udang dicampur banyak petai, krupuk, masakan Sunda, masakan Padang, masakan Italia.


* Aktris favorit: Merryl Streep, Catherine Deneuve, Julie Andrew, Jodie Foster, Pricillia Arshad, Julia Roberts, Tuti Indra Malaon, Ninik L Karim, Christine Hakim, Meriam Bellina, Lidya Kandao

* Aktor favorit: Robert de Niro, Robert Redford, Denzel Woshington, Kevin Costner, Liam Neesen, Richard Gere, Keanu Reeves, Alex Komang, Slamet Rahardho, Sopan Sopiaan.


* Film favorit: The Stanger, Bridge Over the River Kwai, Tanamera, Gone with The Wind, War and Peace, The Sound of Music, Sophie's Choice, Silence of The Lamb, Dara, Garuda di Dadaku


* Moto hidup: "Life is not about waiting the storm to pass. It's about learning to dance in the rain. Therefore never give up easily (Hidup bukanlah untuk menunggu badai berlalu tapi untuk belajar menari di tengah hujan. Karena itu janganlah lekas menyerah)".


* Pendidikan: Fakultas Kedokteran UKI, Jakarta

* Pengalaman Bekerja:

- Senior Training Officer, Southeast Asia Infectious Diseases Clinical Research Network, Jakarta, September 2008- Sekarang

- Healthcare Specialist, IndoPacific Edelman/Stratcom, Jakarta , Des.2007–Agustus 2008
- Program Officer for Health & Human Rights, UPLIFT INTERNATIONAL ,Sept. 2005 – Agust 2007
- Independent Evaluator for Improving Maternal Health in Eastern Indonesia (IMHEI) Program, UNICEF, Feb.- Maret 2007
- Praktek dokter pribadi, Januari 2000 – sekarang
- Health & Hygiene Communication Specialist, ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM (ESP)-USAID, Mei - September 2005

- Koordinator Divisi, Komnas Perempuan, Februari 2003 –April 2005

- Konsultan, DECENTRALIZED HEALTH SYSTEM II PROJECT, JHU-CCP/Asian Development Bank, Januari-Maret. 2003
- Trainer Manajemen Laktasi, Sentra Laktasi Indonesia (SLI), Oktober 2002 –2004
--(Event Coordinator – International Breastfeeding Week, 2002)
- SECRETARY GENERAL/CAMPAIGN MANAGER Aliansi Pita Putih Indonesia, Nov,2001– Maret 2003

- Dosen Pengajar Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan terhadap Wanita, Akademi Kebidanan, Januari 2003

- Medical Textbook Freelance Translator, P. T. EGC Medical Text Books Publisher, Jan 2000 – 2003
-Dokter Praktek, RS Harapan Kartini dan Klinik Kesehatan Damiyanti & Ass , Februari - Desember 2000
- Tenaga dokter untuk Internal Displaced Persons (IDPs) of East Timor Conflict CHRISTIAN CHILDREN FUNDNov. 1999 – Jan. 2000, Atambua, East Nusa Tenggara


* Jabatan Eksternal saat ini:

- Bendahara Soroptimist Iternational Jakarta (SIJ) , yang bertujuan memajukan kehidupan wanita dan anak perempuan dalam komunitas lokal dan di seluruh dunia.
- Ketua Divisi Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (IKAFA-Ked)


* Publikasi:

- Promosi Kesehatan dalam Bingkai Hak Kesehatan, Majalah LPSI, September 2006.
- Pencegahan dan Penatalaksanaan Kekerasan terhadap Perempuan bagi Petugas Kesehatan kerja tim dari Yayasan Pulih, 2006
- Kejadian Luar Biasa Flu Burung dan Kepentingan Asupan Protein – Her World Magazine, November 2005.

- Pelayanan Terpadu bagi Perempuan Korban Kekerasan – Her World Magazine, Juni 2005, untuk mensuport gerakan anti kekerasan dalam rumah tangga oleh The Body Shop
- Euthanasia: Siapakah Pemilik Hidup Ini? – Kompas, 4 Oktober 2004
- Booklet: Guidance to run multidiscipline services for gender-based violence victims, dikerjakan oleh satu tim di Komnas Perempuan.

1 komentar: