Minggu, Desember 26, 2010

ENTEROBACTER SAKAZAKII





Susu formula bubuk secara komersial bukanlah produk steril. Susu jenis ini dalam proses pembuatannya memang dipanaskan tapi tidak seperti produk susu formula cair, selanjutnya susu bubuk ini tidak lagi terkena suhu tinggi untuk waktu yang cukup hingga dapat membuat produk kemasan akhir yang steril.


Jika pilihan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi hanyalah susu formula bubuk, risiko infeksi dapat dikurangi dengan:

  • Mempersiapkan sedikit saja susu untuk dilarutkan hanya untuk satu kali minum agar mengurangi kuantitas dan waktunya untuk konsumsi pada suhu kamar . (Memang ada perbedaan dalam penyusunan formula bayi di kalangan rumah sakit. Dalam pemakaian individu instansi tersebut haruslah mengidentifikasi dan mengikuti prosedur yang tepat agar meminimalkan pertumbuhan mikroba dalam susu).

  • Meminimalkan 'masa penyimpanan', apakah pada suhu kamar atau sementara di dalam mesin pendingin/ kulkas, sebelum formula dilarutkan; dan

  • Meminimalkan "masa menunggu" (yaitu jumlah waktu dibiarkannya susu pada suhu kamar saat diambil dari kemasan sampai pada saat diberikan kepada anak/ dalam botol dot), dengan waktu yang tidak lebih dari 4 jam. Jarak waktu didiamkan yang lebih panjang harus dihindari karena berpotensi untuk pertumbuhan mikroba yang signifikan.


Powdered infant formulas are not commercially sterile products. Powdered milk-based infant formulas are heat-treated during processing but unlike liquid formula products they are not subjected to high temperatures for sufficient time to make the final packaged product commercially sterile

If the only option available to address the nutritional needs of a particular infant is a powdered formula, risks of infection can be reduced by:

Preparing only a small amount of reconstituted formula for each feeding to reduce the quantity and time that formula is held at room temperature for consumption; Recognizing differences in infant formula preparation among hospitals, individual facilities should identify and follow procedures appropriate for that institution to minimize microbial growth in infant formulas;

Minimizing the holding time, whether at room temperature or while under refrigeration, before a reconstituted formula is fed; and
Minimizing the "hang-time" (i.e., the amount of time a formula is at room temperature in the feeding bag and accompanying lines during enteral tube feeding), with no "hang-time" exceeding 4 hours. Longer times should be avoided because of the potential for significant microbial growth in reconstituted infant
formula

Kehadiran Enterobacter sakazakii (dengan kadar yg rendah) dalam susu formula bubuk telah dikaitkan dengan wabah meningitis (radang selaput otak) dan necrotizing enterocolitis (diare) pada neonatus, terutama pada bayi prematur atau berdayatahan tubuh sangat rendah. Dalam studi saat ini kemampuan keduabelas strain E. sakazakii masih bertahan hidup pada pemanasan dalam susu formula yang sudah dicampur air sampai pada suhu 58 ° C (dengan menggunakan alat kumparan terendam). Diamati masa D58 berkisar antara 30,5-591,9 detik dan resistensi terhadap panas menjadi fenotipikal bimodal. Nilai-z dari heat strain yang paling resistensi terhadap panas adalah 5,6 ° C. Ketika susu formula bubuk yang mengandung virus ini dicampur dengan air untuk pra-diequilibrasi dalam berbagai temperatur, tingkat E.sakazaki menjadi berkurang sebanyak 4-log dicapai setelah menyeduh susu dengan air bersuhu diatas atau sama dengan 70 ° C .

From the 2003 FDA Science Forum

Board F-01

Thermal Inactivation of Enterobacter sakazakii in Rehydrated Infant Formula

S.G.Edelson-Mammel1, R.L.Buchanan2, 1OPDFB, FDA, College Park MD, 2OSCI, FDA, College Park MD

The presence of low levels of Enterobacter sakazakii in dried infant formula have been linked to outbreaks of meningitis and necrotizing enterocolitis in neonates, particularly those who are premature or immunocompromised. In the current study the ability of twelve strains of E. sakazakii to survive heating in rehydrated infant formula was determined at 58°C using a submerged coil apparatus. The observed D58-values ranged from 30.5 to 591.9 seconds with heat resistance appearing to be phenotypically bimodal. The z-value of the most heat resistant strain was 5.6°C. When dried infant formula containing this strain was rehydrated with water pre-equilibrated to various temperatures, a greater than or equal to 4-log reduction in E. sakazakii levels was achieved by preparing the formula with water at greater than or equal to 70°C.

http://www.accessdata.fda.gov/ScienceForums/forum03/F-01.htm


TANGGAPAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI SUSU FORMULA YANG TERCEMAR ENTEROBACTER SAKAZAKII

10 February 2011 (Minuman > Hasil Pengujian)
Penjelasan Hasil Pengujian Susu Formula

KETERANGAN PERS
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENJELASAN HASIL PENGUJIAN SUSU FORMULA
Nomor: HM.04.02.1.23.02.11.01067
Jakarta, 10 Februari 2011

Sehubungan dengan tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dibidang Pengawasan Obat dan Makanan, terkait dengan keamanan, mutu, dan gizi pangan, Badan POM RI selaku otoritas Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia perlu memberikan penjelasan sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai berikut:

  1. Badan POM sebagai institusi yang memiliki otoritas pengawasan, telah dan akan secara terus menerus melakukan pengawasan produk pangan termasuk produk formula bayi. Pengawasan dilakukan secara komprehensif sesuai dengan kaidah yang berlaku secara internasional meliputi pengawasan yang dimulai dari produk sebelum beredar ( pre market control ) sampai dengan produk di peredaran ( post market control ).

  2. Post market control dilakukan secara rutin antara lain melalui inspeksi terhadap sarana produksi untuk pemenuhan penerapan persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Selain itu juga dilakukan sampling produk dari peredaran untuk dilakukan pengujian laboratorium .

  3. Sebagai respon atas hasil penelitian IPB yang dipublikasikan pada Februari 2008 dan sebagai tindakan untuk melindungi kesehatan masyarakat serta menjamin bahwa susu formula bayi yang beredar memenuhi syarat, maka pada Maret 2008 Badan POM telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 96 (sembilan puluh enam) produk formula bayi . Meskipun pada saat itu sebenarnya belum ditetapkan adanya persyaratan cemaran Enterobacter sakazakii dalam produk formula bayi berbentuk bubuk baik secara nasional maupun internasional ( Codex Alimentarius Commission/CAC) . Hasil pengujian Badan POM menunjukkan seluruh sampel yang diuji tidak mengandung Enterobacter sakazakii.

  4. CAC baru pada Juli 2008 menetapkan k riteria mikrob iologi, antara lain persyaratan batas maksimum cemaran Enterobacter sakazakii untuk produk formula bayi berbentuk bubuk, sebagaimana tercantum dalam Code of Hygienic Practice For Powdered Formulae For Infants and Young Children.

  5. Mengingat Indonesia merupakan salah satu dari 184 negara anggota CAC, maka dalam penetapan regulasi terkait dengan standar dan persyaratan produk pangan termasuk produk formula bayi berbentuk bubuk, Badan POM mengacu pada standar yang ditetapkan oleh CAC. Oleh karena itu pada tahun 2009 Badan POM menetapkan Peraturan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.

  6. Selain itu, C AC dan WHO juga telah menetapkan Guidelines for the Safe Preparation, Storage and Handling of Powdered Infant Formula (FAO/WHO-2007). Berdasarkan hal itu, pada tahun 2009 Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor HK.00.05.1.52.3920 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus, yang isinya antara lain memuat cara m embersihkan dan sterilisasi peralatan dan cara menyiapkan dan menyajikan formula bayi.

  7. Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan POM dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat atas produk susu formula bayi yang beredar, maka secara konsisten Badan POM melakukan sampling dan pengujian . Pada tahun 2009 dilakukan sampling dan pengujian terhadap 11 sampel, tahun 2010 sebanyak 99 sampel, dan tahun 2011 sampai dengan awal Februari sebanyak 18 sampel. Hasil pengujian menunjukkan seluruh sampel tidak mengandung Enterobacter sakazakii.

  8. HIMBAUAN:
  9. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami menghimbau kepada masyarakat agar tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi formula bayi dengan tetap mengikuti petunjuk penyimpanan, penyiapan dan penyajian sesuai dengan petunjuk yang tercantum dalam label .

  10. Badan POM akan tetap mengawal keamanan, mutu, dan gizi atas produk pangan yang beredar dan a pabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan POM (hukmas@pom.go.id) atau melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ulpk@pom.go.id atau 021-4263333 atau 021-32199000) .

Demikian penjelasan ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.

http://www.pom.go.id/public/press_release/detail.asp?id=87

Sabtu, Desember 11, 2010

HEPATITIS C

Jumlah penderita Hepatitis C di Indonesia dan di dunia semakin lama semakin meningkat. Padahal penyakit ini bisa dicegah penularannya. Untuk itu kali ini saya tertarik untuk mengupas tentang penyakit yang satu ini.

VIRUS HEPATITIS C
Apakah hepatitis C itu? Hepatitis C adalah penyakit infeksi pada organ hati/liver yang disebabkan oleh virus hepatitis C. Adalah salah satu penyakit yang serius dan perlu penanganan yang cepat dan tepat. Untuk itu ada baiknya semua orang mau membaca informasi yang benar tentang penyakit ini.

Mungkin kita sering mendengar tentang penyakit hepatitis A. Atau sering juga mendengar tentang hepatitis B. Semua penyakit itu menyerang organ hati. Dalam bahasa kedokteran organ hati disebut Hepar. Hepatitis artinya infeksi hati/ liver. Sama dengan hepatitis A dan B, hepatitis C juga penyakit infeksi yang menyerang organ hati. Perbedaannya adalah pada virus penyebab dan cara penularannya.

Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, mirip dengan penyakit tifus, virus ini masuk lewat mulut, biasanya dari makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung virus, sehingga hal ini berhubungan erat dengan masalah sanitasi tangan, alat-alat makan/minum yang digunakan dan cara mengolah makanan. Sedang hepatitis B dan C ditularkan lewat darah oleh virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Bila darah yang mengandung virus masuk ke dalam aliran darah orang yang sehat maka orang tersebut bisa tertular.


gambar dari www.medicinet.com

virus hepatitis C


virus Hepatitis C adalah virus RNA (sederhananya adalah virus yang hanya memiliki RNA dan membutuhkan DNA makhluk hidup yang dimasukinya untuk bisa bereplikasi atau memperbanyak diri), yang merupakan famili virus-virus Flaviridae. Sel yang digunakan virus ini untuk bereplikasi adalah sel hati.

Kehadiran virus Hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Peradangan di hati yang lama (bertahun-tahun) dapat memberikan bekas yang disebut jaringan parut atau dalam bahasa Inggris disebut scar (dalam bahasa kedokteran disebut dengan proses fibrosis). Proses peradangan yang terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut di hati. Maka terjadilah apa yang dinamakan Sirosis Hati. Sebagai gambaran kasar ini mirip saat kulit kita terluka dan sembuhnya meninggalkan jaringan parut, demikianlah yang terjadi pada sirosis hati dengan jaringan parut dalam jumlah yang banyak yang menyebar dalam jaringan hati.

gambar dari www.mmcenters.discoveryhospital.com

sirosis hati

Hati yang menjadi sirotik dapat gagal melakukan fungsinya secara normal. Hal ini disebut dengan Gagal Hati. Gagal hati dapat mengakibatkan banyak komplikasi penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis hati juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker hati.

CARA PENULARAN
Yang paling umum dari penyebaran virus hepatitis C adalah penggunaan jarum suntik yang sama secara berganti-gantian dari satu orang kepada yang lain. Hal ini sering terjadi pada pecandu narkoba yang kurang peka akan kesterilan alat suntik yang mereka gunakan. Alat suntik yang aman digunakan adalah alat suntik baru yang steril dan dipakai hanya untuk sekali pakai untuk satu orang saja.
Alat tatto dan tindik yang tidak steril juga beresiko untuk menularkan virus ini. Selain itu penggunaan sikat gigi, alat cukur, gunting kuku, alat facial dan alat-alat yang memungkinkan kontaminasi dengan darah lainnya secara bersama-sama juga beresiko.
Cara penularan yang lain adalah kecelakaan yang terjadi di laboratorium atau rumah sakit/klinik pada petugas kesehatan yang tangannya secara tak sengaja tertusuk jarum bekas pasien penderita hepatitis C (1,8%).
Yang juga berisiko adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang mengidap hepatitis C (1-4%).
Penularan dari ibu kepada anak yang dikandung dan dilahirkannya juga memungkinkan (sekitar 4 dari 100 anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi). Sedangkan penularan lewat air susu ibu yang menderita hepatitis C kepada bayi yang disusuinya belum pernah dilaporkan sehingga ASI dianggap aman. Meski demikian bila terjadi luka di sekitar puting ibu atau si ibu juga mengidap HIV, menyusui tidak boleh dilakukan.
Palang Merah Indonesia (PMI) saat ini sudah melakukan screening virus hepatitis C terhadap tiap sampel darah dari donor untuk mencegah penularan lewat transfusi darah.

Untuk hubungan sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman, menggunakan alat makan dan minum yang sama, menggunakan jamban dan kamar mandi yang sama secara wajar tidak menularkan virus hepatitis C. Oleh sebab itu dalam merawat dan berhubungan sosial dengan keluarga atau sahabat yang menderita hepatitis C kita tidak perlu ragu atau kawatir. Mereka sangat membutuhkan perhatian dan suport dari kita.

GEJALA PENYAKIT
Orang yang mulai terinfeksi virus Hepatitis C, sekitar 75% tidak menunjukkan gejala sakit. Kebanyakan dari mereka tampak sehat-sehat saja. 25% lainnya mungkin merasakan keletihan, kehilangan napsu makan, nyeri otot atau demam yang tidak spesifik. Pada tahap awal penyakit jarang sekali terjadi ikterus/ jaundice atau kekuningan pada kulit atau mata. Hal ini yang membuat kenapa banyak orang tidak sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. Bila virus masuk ke dalam tubuh biasanya akan dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita dan mati, namun virus hepatitis C sulit dilawan oleh sistem imun kita dan biasanya akan menjadi kronis.

Setelah lama berselang dan hati mengalami peradangan yang menetap barulah terlihat beberapa gejala yang tidak spesifik, seperti cepat lelah dan gejala-gejala tidak kas lainnya (tidak enak badan). Dalam pemeriksaan darah peningkatan fungsi hati yang menunjukkan kerusakan hati mulai terjadi. Disinilah biasanya seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.

Bila sudah sampai tahap sirosis hati akan terlihat gejala badan terasa lemah, kehilangan napsu makan dan turunnya berat badan, kemerahan di telapak tangan, bercak pembuluh darah di kulit yang bentuknya mirip laba-laba (spider nevi/ spider angioma), proses pembekuan darah terganggu, pembesaran kelenjar payudara pada laki-laki dan lain-lain. Bila sudah masuk sampai gagal hati (fungsi hati berhenti) maka hal ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran seperti ling-lung sampai koma dan yang paling menakutkan adalah kematian. Pada sirosis hati yang parah biasanya tubuh akan menguning/ terjadi jaundice (terlihat pada kulit dan mata) akibat hati tidak mampu mengeliminasi bilirubin (komponen kekuningan hasil perombakan hemaglobin dan sel darah merah) karena banyak selnya yang sudah rusak.


gambar dari www.wikipedia.org
spider nevi/ spider angioma

Akibat sirosis yang lain adalah pengerutan hati akibat bertumpuknya jaringan parut dapat mencekik pembuluh darah besar yang melewatinya sehingga tekanan disana menjadi sangat besar. Hal ini disebut dengan Hipertensi Portal/ Portal Hypertension. Dengan berbagai mekanisme hal ini menimbulkan penumpukan cairan di rongga perut dan perut menjadi membuncit karenanya. Keadaan ini disebut Ascites. Lainnya terjadi varises di pembuluh vena di kerongkongan (esofagus, saluran yang menuju ke lambung dari mulut) yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menimbulkan perdarahan serius/ masif. Hipertensi portal juga dapat mengakibatkan gagal ginjal, bembesaran limpa dan anemia.


gambar dari www.wikipedia.org
ascites sebagai salah satu tanda gagal hati

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Bagi orang yang beresiko atau dicurgai menderita hepatitis C dan belum diobati sebaiknya melakukan screening test. Screening test pertama untuk hepatitis C adalah pemeriksaan Anti-HCV dengan teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Pada pemeriksaan ini dilihat apakah tubuh kita memproduksi antibodi terhadap virus Hepatitis C. Bukan mendeteksi virusnya melainkan antibodinya. Pada orang yang sehat, tubuhnya tidak memproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila tubuh meproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C itu tandanya virus tersebut ada di dalam tubuh dan tubuh berusaha untuk melawannya dengan mengeluarkan antibodi.

Hasil anti-HCV ELISA bisa positif/reaktif, borderline/nilainya positif ringan, atau negatif/non reaktif. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan tidak perlu melakukan pemeriksaan lain. Bila hasilnya positif/ reaktif atau borderline, belum tentu orang tersebut terinfeksi. Kadang kala hasil tes pertama yang positif bisa saja salah. Sehingga bila hanya sekali melakukan tes Anti-HCV hasilnya reaktif atau borderline sebaiknya dilakukan tes penunjang (tahap kedua).

Tes penunjangnya adalah tes Anti-HCV dengan teknik RIBA (Recombinant Immunoblot Assay) yang juga mendeteksi adanya antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan menunjukkan bahwa tes sebelumnya hasilnya salah sehingga tidak perlu melakukan tes lainnya lagi. Bila positif berarti orang tersebut benar terinfeksi. Sedangkan bila hasilnya indeterminate berarti hasilnya masih belum jelas (unclear).

Untuk hasil tes anti-HCV RIBA yang positif dan indeterminate sebaiknya dilakukan tes berikutnya (tahap ketiga) yang lebih sensitif yaitu HCV-RNA. Pada orang-orang yang tergolong beresiko tinggi untuk terpapar hepatitis C juga dianjurkan untuk meakukan tes ini. Dalam pemeriksaan ini dideteksi kadar RNA virus di dalam tubuh. Yang dideteksi bukan antibodinya melainkan virusnya. Bila ditemukan virus di dalam darah/ positif berarti infeksi sedang berlangsung. Bila hasilnya negatif belum tentu orang tersebut tidak terinfeksi. Bisa saja virusnya baru saja masuk ke dalam tubuh atau masih berjumlah sedikit sehingga tes sebaiknya diulang kembali untuk memastikan. Bila orang yang beresiko tertular telah melakukan dua kali tes Anti-HCV dan hasilnya negatif, lalu melakukan tes HCV-RNA dan hasilnya positif, ini artinya infeksi telah berlangsung namun tubuh tidak mampu memproduksi antibodi secara memadai.


dari www.medicinet.com

Tes HCV-RNA juga berguna untuk mengetahui respon virologi pasien hepatitis C untuk menilai keberhasilan pengobatan terhadap obat-obatan antiviral yang diberikan dokter.

Untuk mendeksi adanya kerusakan pada organ hati biasanya dokter menganjurkan pemeriksaan fungsi hati, seperti SGPT, SGOT dan bilirubin. Atau dokter bisa juga menganjurkan biopsi hati.

PENGOBATAN
Belum ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis C, tidak seperti hepatitis B yang sudah didapatkan vaksinnya yang dapat memberikan perlindungan kepada tubuh terhadap virus itu. Kesulitan mendapatkan vaksin hepatitis C antara lain disebabkan karena virus ini bisa bermutasi dan mengelak dari respon imunitas tubuh.

Untuk pengobatan, dokter biasanya memberikan antivirus seperti Ribavirin dan Pegylated Interferon sesuai dengan kondisi pasien. Namun hal ini bisa dilakukan setelah pemeriksaan yang menyeluruh, dalam pengawasan yang ketat serta tidak selamanya dapat berhasil.

Sampai saat ini terus dikembangkan penelitian untuk mendapatkan formula baru dari interferon yang lebih ampuh. Selain itu obat-obatan baru yang akan menyempurnakan kombinasi flagylated interferon dan ribavirin juga sedang diteliti agar dimasa mendatang semakin maningkatkan tingkat kesembuhan pasien.

1. Menghindari penyakit lebih baik daripada mengobati.
2. Segera periksakan diri ke dokter/ laboratorium apabila anda termasuk orang yang beresiko tinggi tertular virus hepatitis C

Sumber:
www.mmcenters.discoveryhospital.com