Senin, November 29, 2010

KISAH SATU MALAM DI BATU KARAS

Kemarin saya baru pulang dari kawasan pantai Batukaras. Saya pergi bertiga dengan dua orang sahabat wanita saya secara dadakan. Sayangnya kami hanya bisa menginap satu malam disana karena masing-masing harus segera pulang ke Jakarta. Biar demikian kami tetap nekad berangkat. Walau pengalaman kami singkat tapi kami rasakan sungguh berkesan. Inilah ceritanya.

BERANGKAT
Kami berangkat dari Jakarta pada malam hari saat jalanan di ibu kota macet di sana-sini. Kami naik mobil Yaris milik sahabat saya dengan dua orang pengendara yang berganti-gantian menyetir, satunya si pemilik mobil dan satunya lagi adalah saya.

Kami mampir dulu di restoran Solaria yang terletak di area peristirahatan pom bensin pertama tol Cikunir untuk mengisi perut yang keroncongan pada sekitar pukul 20.00-an malam. Cukup lama kami disana karena pesanan makanan kami lama sekali datangnya. Selain makan kami juga harus ke ATM dan mampir sebentar di minimarket untuk membeli beberapa keperluan di perjalanan.

Ketika kami masuk mobil untuk berangkat kira-kira waktu saat itu sudah pukul 22.30 malam. Kami kemudian terus menggunakan jalur tol Jakarta-Cikampek, lalu masuk ke jalan tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) yang sangat gelap dan lanjut masuk ke jalan tol Padauleunyi (Padalarang-Cileunyi).

Sebelum masuk ke tol Padaleunyi kami mampir lagi sejenak di area peristirahatan buat istirahat sebentar dan ke toilet. Hari sudah semakin larut saat kami berangkat lagi menyusuri jalan tol. Di ujung jalan kami keluar di pintu keluar Cileunyi, yaitu pintu tol terkhir, saat waktu menunjukkan sekitar pukul 1.00 dini hari. Kami stop lagi untuk beristirahat di tempat peristirahatan dekat pintu keluar tol sekitar 25 menit lalu melanjutkan perjalanan.

Setelah keluar dari tol Cileunyi kami mencari U turn untuk jalan berputar balik lalu belok ke kiri masuk ke Jalan Raya Rancaekek. Kami melewati daerah Rancaekek, Cipasir, Cicalengka. Nagreg, Ciaro, Cijolang, Limbangan, Bandrek dan Malangbong, mengikuti petunjuk arah menuju Tasik.

Dari Malangbong kami mengikuti petunjuk arah menuju Ciamis/Banjar melewati Ciawi. Kami pun masuk ke kawasan Jalan Raya Ciawi. Setelah menyusuri Jalan Raya Ciawi perjalanan diteruskan melintasi Jalan Raya Cihaurbeuti, Jalan Raya Gunung Cupu, Jalan Raya Cikoneng, lalu memasuki daerah Ciamis. Disitu waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 4.30 pagi.

Kami melaju lagi lewat Jalan Raya Jendral Sudirman, Jalan Ahmad Yani, dan terus menyusuri jalanan menuju Banjar. Dari Cileunyi sampai ke Banjar beberapa kali kami berhenti di pom bensin/ resting area untuk ke kamar kecil dan beristirahat agar stamina tetap terjaga. Kami memang lumayan sering berhenti. Maklum wanita. Hahaha....

Setelah lama mengarungi jalanan, sampailah kami di kota Banjar pada pukul 5.30 pagi. Kotanya maju, bersih dan jalanannya mulus serta lebar. Untuk membedakan dengan Banjarnegara di jawa tengah, kota ini disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal Banjar Pataruman).

Disana kami sempatkan sarapan di tenda Bubur Ayam Cakwe Patroman. Kami beristirahat dan makan sekitar hampir satu jam disana. Bubur ayamnya sangat lezat. Lengkap dengan cakwe, daging ayam suir, hati dan ampela, potongan telur rebus, bawang goreng, daun bawang, kacang serta emping besar dan sambalnya. Disuguhkan pula risol yang masih hangat. Rasanya pas sekali di lidah dan nyaman di perut. Wah, kami sangat menikmati sarapan komplit kami pagi itu. Maknyos....


Setelah perut terasa kenyang dan hangat kami lalu melanjutkan perjalanan mengikuti petunjuk ke arah Pangandaran. Kami berjalan menuju daerah Banjar Sari, lalu ke Padaherang dan lanjut ke Kalipucang. Di kawasan Emplak, Kalipucang, jalanan menjadi sangat berkelok-kelok menuruni bukit-bukit dan melewati jurang-jurang. Dan sekitar 20-an Km kedepan akhirnya mobil kami masuk ke kecamatan Pangandaran.

Pantai Pangandaran sangat terkenal sehingga kami meluangkan waktu sejenak untuk mampir disana. Masuk lewat pintu gerbang pantai dan membayar tiket, kami lalu menyusuri kawasan pantai yang ternyata dipenuhi dengan kedai sederhana yang uniknya secara terang-terangan memasang iklan dan menjual kondom (mungkin di kawasan ini penyuluhan KB-nya berjalan dengan sangat baik dan alat kontrasepsi favorit disini adalah kondom - just kidding ^_^). Sudah pukul 8.30 pagi dan awan tampak mendung saat itu. Aduh, hujan pun turun, maka kami urung untuk bermain di pantai.

Mobil kami pun terpaksa melaju lagi melintasi jalanan yang berlubang-lubang menuju Cijulang. Setelah lama melintasi jalan karena mobil tidak bisa melaju kencang akhirnya kami mulai memasuki kecamatan Cijulang. Dan kira-kira pukul 10.00-an pagi kami pun tiba di desa Batukaras. Akhirnya......




BATUKARAS
Saya mengetahui desa Batukaras dari sahabat saya, si pemilik mobil, yang kebetulan sudah beberapa kali pergi kesana untuk menyaksikan teman-temannya berselancar (surfing) di pantai berkarangnya yang indah. Ombak di pantai Batukaras memang sangat cocok untuk olah raga air yang satu ini. Wisatawan dari manca negara pun sering datang ke tempat ini untuk berselancar. Pantainya yang landai konon sangat baik bagi pemula yang ingin belajar berselancar. Disini tersedia fasilitas penyewaan selancar dan kursus berselancar bagi para pemula. Apakah Anda berminat? :)




Pekerjaan penduduk di desa Batukaras ini rata-rata adalah nelayan atau petani. Sebagian lagi berwirausaha seperti membuka penginapan, fasilitas permainan air, tempat makan dan toko selancar bagi para wisatawan. Harga tanah disana masih relatif murah. Bagi yang ingin membuka bisnis, masih banyak tempat untuk bisa dikembangkan di tempat ini. Penduduk asli Batukaras ramah-ramah dan terlihat tulus. Yang membuat hati tambah senang disini juga tidak kelihatan orang yang mengerubungi turis untuk menjajakan dagangan setengah memaksa seperti di daerah wisata pantai lain yang pernah saya kunjungi. Kami bebas melenggang kemana saja yang kami mau tanpa ada yang mengganggu.

Sesampainya di Batukaras, kami pergi mengunjungi rumah sepasang suami-istri yang merupakan kawan akrab dari salah satu sahabat saya. Sang suami adalah penduduk asli Batukaras sedang istrinya berasal dari Jerman. Mereka dipertemukan karena hobi yang sama yaitu berselancar. Cinta membuat pasangan ini bisa bersatu, hidup dengan rukun dan tampak saling menghargai satu dengan yang lain.

Senang sekali saya mengenal mereka. Mereka dengan ramah dan hangat menyambut kedatangan kami di rumah mereka yang asri dan dekat dengan pantai itu. Di belakang rumah terhampar sawah yang menghijau. Disana kami beristirahat sejenak sambil bermain dengan putri mereka yang masih bayi.

Setelah itu kami diajak pergi melihat pantai dan disana sudah ada beberapa orang dari Jakarta dan pemuda setempat yang hendak berselancar. Kami sempatkan berfoto di pantai dengan deburan ombak yang indah itu. Setelah puas melihat pemandangan dan menghirup udara pantai yang segar kami lalu pergi untuk makan siang. Matahari mulai terasa menyengat kulit.



Sahabat saya menunjukkan sebuah kedai makan bernama Warung Mang Ayi. Kami memesan bala-bala (bakwan sayur) yang disuguhkan panas-panas sebagai kudapan yang dinikmati bersama adonan sambal rawit merah yang diberi perasan jeruk nipis. Rasanya enak betul. Untuk menu utama kami memesan nasi putih, mie goreng, cap cay goreng dan omelet sayur. Dari Warung Mang Ayi kami lalu berangkat menuju Riversider untuk check in dan menaruh barang-barang.

RIVERSIDER RESORT
Riversider Resort adalah sebuah resort di daerah Batukaras yang letaknya tepat di depan sebuah sungai (sungai Cijulang) yang airnya berwarna kehijauan karena kandungan phytoplankton yang banyak hidup di dalamnya. Letaknya cuma sekitar 1 Km dari pantai Batukaras. Bila tidak hujan air sungai akan terlihat berwarna hijau toska terang dan cantik.

Di tempat ini disediakan beragam fasilitas untuk aktifitas air yang mengasikkan seperti memancing, kayak, perahu karet, banana boat, ski, tur ke tempat-tempat wisata air, dan lain-lain. Disediakan juga fasilitas game bagi acara outing kantor atau acara kumpul keluarga.

Disini juga tersedia penginapan yang bernama Panireman Riverside yang terdiri dari kabin-kabin semacam bungalow sangat sederhana yang terbuat dari kayu dan beratapkan daun nipah kering sehingga menampilkan nuansa perkampungan yang etnik menghadap sungai.

Sayangnya waktu kami menginap disana hujan baru saja turun sehingga warna hijau dari sungai yang diharapkan tidak maksimal akibat sedikit tercampur warna lumpur tanah yang kecokelatan. Akan tetapi pemandangan sungainya tetap indah dan tak terlupakan. Senang sekali saya punya kesempatan melihat sungainya. Suasana hati jadi tenang dan bagi para seniman saya rasa pemandangan ini sangat menunjang untuk berimajinasi dan mencari ilham.

Di sepanjang tepi sungai tampak pohon-pohon nipah tumbuh memamerkan daunnya. Nipah (Nipa fruticans) adalah tanaman sejenis palem yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Benar-benar cantik.


Kami bertiga menginap di satu kabin tanpa AC bernama kabin "Nil River" seharga Rp 385.000,- per malam termasuk makan pagi pada saat itu. Kabin kami terdiri dari dua lantai. Terdapat ruang tertutup di lantai atas dengan jendela dan sebuah kipas angin di dindingnya dan kasur tidur di atas lantainya. Di lantai bawah merupakan ruang terbuka yang dapat ditutup dengan krey pada tiap sisinya untuk duduk-duduk selehan atau tidur-tiduran diatas matras. Untuk ke lantai atas disediakan tangga kayu sederhana yang bisa dipanjat menembus lantai atas yang berlubang.

Kesederhanaan kabin ini justru memberi nilai plus karena serasa menyatu dengan alam sekitar. Sepanjang mata memandang dari kabin kami hanya pemandangan sungai yang membentang sangat panjang yang terlihat.










Kami mengantri untuk mandi di kamar mandi kami yang letaknya tersendiri di sebelah kabin. Karena lumayan lelah sehabis mandi kami bertiga tertidur di ruang bawah ditemani angin sepoi-sepoi. Setelah bangun entah mengapa kami enggan pergi kemana-mana karena mata kami masih betah berlama-lama memandangi sungai. Hanya duduk-duduk santai begitu saja hati kami sudah senang rasanya.

Tak terasa hari sudah mulai malam. Kami kemudian pergi keluar untuk mencari makan malam. Pilihan kami kali ini adalah restauran milik pasangan suami-istri yang baru saya kenal tadi pagi. Nama restorannya adalah Bay View. Sebuah restoran sederhana bertaman yang enak dipandang mata dengan meja makan dan tempat duduk dari kayu yang tertata rapi. Disana disediakan berbagai makanan laut (seafood). Malam itu kami memesan kerang saus tiram, cumi goreng tepung dan udang (Saya lupa dimasak apa hehehe) serta sayur kangkung tumis. Masakannya enak, seafoodnya masih segar, pelayanannya sangat ramah dan tempatnya nyaman dan bersih. Suasana yang nyaman disini membuat kami sedih karena kami harus pulang esok hari.

Si empunya restoran, sang suami, datang dan menghampiri kami saat kami selesai makan. Kami pun berbincang-bincang. Dia bercerita tentang bencana tsunami pada antanggal 17 Juli 2006. Semua bangunan yang sangat dekat dengan pantai hancur dilalap air laut. Untung tidak begitu banyak korban jiwa, tak seperti yang terjadi di Pangandaran, katanya. Sekarang di Batukaras sudah dibuat sistem evakuasi tsunami dimana terdapat marka-marka petunjuk arah evakuasi di banyak tempat menuju daerah bukit apabila tsunami datang.

Kami kembali ke Reiversider sehabis makan. Malam itu karena suasana tenang sangat mendukung kami jadi bicara dari hati ke hati tentang permasalahan-permasalahan kami sebagai sahabat. Lalu kami bertiga tidur di ruang bawah dengan menutup semua krey di tiap sisi ruangan. Lucunya tidak ada yang berminat untuk tidur di lantai atas karena suasana di lantai bawah yang lebih menyenangkan.

HARI KEDUA
Pagi menjelang. Kami pun terbangun. Seperti sedang bermimpi saya setengah sadar menatap ke arah sungai lalu tersadar bahwa saya bukan sedang di kamar saya di Jakarta. Saya tersenyum dan mensyukuri hari ini, terbangun di hamparan sungai hijau.

Kami memukul kentongan di kabin lalu datanglah seorang pelayan penginapan. Kami memesan sarapan nasi goreng, mie instan rebus dan roti srikaya. Rasa makanannya biasa saja tapi lumayan untuk bekal energi pagi itu. Rencana kami hendak kembali mengunjungi pantai dan mampir ke rumah kawan lagi lalu pulang ke Jakarta.

Tanpa diduga seorang pria di atas perahu menghampiri kami dan menawarkan kepiting. Kami heran dan berpikir dia hendak menjual kepiting hidup kepada kami, jadi kami tolak saja tawarannya. Pria itu pun pergi dan tak lama kemudian kembali ke penginapan. Lalu dia kembali menghapiri kami dan bertanya lagi apakah kami suka makan kepiting dan ingin kepitingnya dimasak apa. Akhirnya kami tersadar ahwa pria itu adalah si pemilik Riversider. Hahaha... Dengan polos kami memilih masakan saus padang. "Ini benar apa tidak ya?", pikir kami. Benar saja, saat kami sudah mandi dan rapi, pria itu mengatakan kepitingnya sudah masak dan mengajak kami untuk makan bersama.

Baik sekali pemilik penginapan dan resort ini rupanya. Dengan ramah ia mempersilahkan kami untuk duduk dan makan bersamanya. Hidangan kepiting-kepiting besar yang sangat lezat itu merupakan berkat baru yang kami dapatkan pagi itu. Satu piring besar dimasak saus padang, dan satu piring besar dimasak saus tiram.



Lalu kami pun saling berkenalan. Namanya A. Ia merupakan pria yang sopan, profesional dan bersahaja. Selesai makan kami diajak pergi ke pantai Batupayung naik mobilnya bersama seorang staffnya karena kebetulan ia ada perlu di kawasan itu. Dengan kesenangan kami pun tidak menolak tawaran itu. A membuat kami merasa sangat terhormat sebagai tamunya.

Kami melaju menuju pantai Batupayung melalui jalanan yang kadang berbatu-batu, berlubang atau jalanan tanah yang becek melewati desa-sesa, hutan dan sawah.






Mobil harus berhenti dan diparkir ketika menemui jalanan berlumpur, menanjak dan sempit. Tak jauh dari situ kami berjalan kaki lalu menemukan tempat pertemuan antara sungai, yang airnya sangat bening, dengan laut berpantai menakjubkan. Pasirnya berwarna kehitaman dan bersih. Tak jauh dari pantai tampak pulau kecil batu karang dengan pohon yang rindang di atasnya. Tak kelihatan ada wisatawan yang pergi kesana. Pantai itu masih lumayan perawan dari para wisatawan. Mungkin karena jalanan kesana masih ada yang harus diperbaiki.








Disana saya dan para sahabat bermain air, berenang dan berfoto dengan kegirangan. Kami benar-benar sangat berterimakasih kepada A untuk kebaikan dan special treatment yang kami dapatkan.

PULANG
Hari sudah menjelang sore saat kami balik ke Riversider dan kami pun langsung mandi, mengepak barang dan check out dari Panireman Riverside. Kami bergegas pergi menemui kawan pasangan suami-istri itu lalu berpamitan kepada mereka. Berikutnya mampir sebentar ke Warung Mang Ayi untuk membayar tagihan (setiap memesan makanan ditulis di sebuah buku dan dilunasi saat meninggalkan Batukaras) dan membeli makanan kecil dari tepung beras buat oleh-oleh. Selanjutnya petualangan menyusuri jalan pun dilanjutkan kembali dengan sesekali berhenti untuk istirahat di jalan. Di kawasan Emplak hujan turun deras sekali. Jantung kami sempat berdebar kencang karena sulit melihat jalanan yang gelap oleh pekatnya malam dan terhalang pula oleh air hujan yang menghujam kaca depan mobil. Lain kali kalau ke Batukaras harus pulang pagi hari nampaknya agar lebih aman. Untunglah kami selamat sampai di Jakarta. Jam 3.00 pagi saya tiba di rumah. Terimakasih Tuhan....

============0O0============


Tips: Untuk pergi ke Pangandaran atau Batukaras dengan lebih nyaman dan menghemat waktu, kita bisa menggunakan maskapai penerbangan Susi Air dari bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta atau dari bandara Husein Sastranegara, Bandung yang mendarat di Bandara Nusawiru, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Lama penerbangan hanya memakan waktu sekitar satu jam dari Jakarta atau empat puluh menit dari Bandung. Dari sana ke Batukaras hanya sekitar lima belas menitan berkendara.





Berita:
Akses menuju Pantai Batukaras Kondisinya Rusak

1 komentar: